
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap modus korupsi yang dilakukan oleh pejabat di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam penyelidikan terbaru, terungkap bahwa direksi LPEI menggunakan kode “uang zakat” untuk meminta dana dari para debitur yang mengajukan pembiayaan.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa istilah “uang zakat” digunakan sebagai sandi dalam komunikasi antara oknum direksi dengan pihak debitur agar tidak terdeteksi sebagai praktik suap atau gratifikasi. “Kode ini digunakan untuk menyamarkan permintaan dana yang sebenarnya merupakan bentuk pungutan liar yang tidak sah,” ujar Ali dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Modus dan Dugaan Korupsi
KPK menduga bahwa sejumlah direksi LPEI meminta dana kepada debitur dengan dalih sebagai “zakat” yang akan digunakan untuk kepentingan sosial. Namun, berdasarkan temuan penyidik, uang tersebut justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan operasional pihak tertentu di dalam lembaga tersebut.
Dugaan ini semakin kuat setelah KPK melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang terkait dengan LPEI, termasuk kantor pusat dan kediaman beberapa pejabat yang terlibat. Dari hasil penggeledahan, ditemukan sejumlah dokumen, bukti transaksi keuangan, serta percakapan yang mengarah pada indikasi korupsi.
“Kami menemukan bukti kuat bahwa uang yang disebut sebagai ‘zakat’ ini pada kenyataannya merupakan permintaan dana yang sifatnya tidak resmi dan di luar aturan yang berlaku dalam mekanisme pembiayaan LPEI,” tambah Ali.
Dampak terhadap LPEI dan Debitur
Skandal ini menambah daftar panjang kasus korupsi di sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. Praktik ilegal semacam ini berisiko mengganggu kredibilitas LPEI sebagai lembaga pembiayaan yang seharusnya mendukung ekspor nasional. Selain itu, banyak debitur yang merasa terpaksa memberikan dana karena khawatir akan kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan jika tidak memenuhi permintaan tersebut.
“Ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga merugikan para pengusaha yang seharusnya mendapat dukungan penuh dalam kegiatan ekspor mereka,” ujar seorang ekonom yang enggan disebut namanya.
Langkah KPK Selanjutnya
Saat ini, KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini dan akan segera melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat. Lembaga antirasuah ini juga berjanji akan terus menelusuri aliran dana yang berkaitan dengan modus “uang zakat” ini untuk memastikan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang lebih luas.
“Kami akan terus mendalami peran setiap individu yang terlibat dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparan,” tegas Ali Fikri.
Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama di sektor keuangan dan lembaga pembiayaan. KPK pun mengimbau agar para pelaku usaha lebih berani melaporkan praktik serupa agar dapat segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Dengan terbongkarnya skema ini, diharapkan ada reformasi dalam sistem pembiayaan di LPEI agar praktik pungutan liar seperti ini tidak terulang kembali.