
Jakarta – Pemeriksaan terhadap KMP FRD 5 oleh aparat berwenang mengungkap dugaan adanya muatan ilegal yang diselundupkan melalui jalur laut. Namun, nahkoda kapal membantah mengetahui adanya muatan ilegal yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut. DPR pun meminta investigasi menyeluruh guna mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini.
Kasus ini mencuat setelah pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) melakukan pemeriksaan rutin di perairan Selat Sunda, di mana sejumlah barang tanpa dokumen resmi ditemukan di dalam kapal feri tersebut. Dugaan kuat menyebutkan bahwa muatan ilegal ini merupakan barang yang tidak melalui prosedur kepabeanan yang sah.
Nahkoda Klaim Tidak Mengetahui Muatan Ilegal
Saat dimintai keterangan, nahkoda KMP FRD 5, Syarifuddin, bersikeras bahwa dirinya tidak mengetahui adanya barang ilegal yang diangkut oleh kapalnya.
“Saya hanya menjalankan tugas sebagai nahkoda, mengikuti manifest yang telah diberikan oleh petugas pelabuhan. Kalau ada barang ilegal, saya benar-benar tidak tahu-menahu soal itu,” ujarnya kepada wartawan.
Namun, pernyataan ini menuai keraguan dari berbagai pihak, mengingat standar operasional kapal mengharuskan nahkoda memiliki kendali penuh terhadap seluruh muatan yang diangkut.
Menurut pengamat maritim, Hendra Sujatmiko, pernyataan nahkoda tersebut bisa menjadi indikasi adanya kelalaian atau bahkan pembiaran terhadap aktivitas penyelundupan.
“Seorang nahkoda bertanggung jawab atas keamanan dan legalitas semua barang yang ada di atas kapal. Jika dia benar-benar tidak tahu, maka ada kelalaian besar dalam sistem pengawasan mereka,” tegas Hendra.
Muatan Ilegal Diduga Bernilai Miliaran Rupiah
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, muatan ilegal yang ditemukan di KMP FRD 5 terdiri dari berbagai jenis barang, termasuk:
🔹 Produk elektronik tanpa bea masuk
🔹 Barang tekstil impor yang tidak terdaftar
🔹 Bahan kimia yang tidak memiliki izin edar
🔹 Ratusan botol minuman beralkohol tanpa cukai resmi
Pihak berwenang memperkirakan nilai total barang ilegal ini mencapai miliaran rupiah, yang menunjukkan adanya jaringan penyelundupan terorganisir yang memanfaatkan jalur laut sebagai rute utama.
Menurut sumber internal dari Bea Cukai, modus yang digunakan dalam kasus ini terbilang canggih. Barang ilegal tersebut disembunyikan di dalam truk dan kendaraan yang ikut naik ke kapal, sehingga lebih sulit terdeteksi dalam pemeriksaan awal di pelabuhan.
DPR Desak Investigasi dan Evaluasi Sistem Pengawasan Kapal
Menanggapi insiden ini, Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan mendesak investigasi menyeluruh terhadap seluruh pihak yang terlibat.
“Kasus ini menunjukkan adanya celah besar dalam sistem pengawasan pelabuhan dan kapal penyeberangan. Kami mendesak Kementerian Perhubungan, Bea Cukai, dan aparat keamanan untuk melakukan penyelidikan tuntas dan menyeret pelaku ke pengadilan,” ujar Anggota DPR, Darmawan Supriadi.
DPR juga meminta evaluasi terhadap sistem manifest kapal dan pengawasan terhadap petugas pelabuhan, yang selama ini dianggap masih longgar dan mudah disalahgunakan.
Beberapa rekomendasi yang diajukan DPR mencakup:
✅ Peningkatan teknologi pemindaian di pelabuhan – Menggunakan X-ray scanner untuk mendeteksi barang ilegal yang disembunyikan di dalam kendaraan atau kontainer.
✅ Peningkatan standar pemeriksaan di pelabuhan – Pemeriksaan terhadap manifest kapal harus lebih ketat, dengan keterlibatan lebih aktif dari aparat keamanan.
✅ Sanksi tegas bagi perusahaan pelayaran yang lalai – Operator kapal yang terbukti mengangkut muatan ilegal harus diberikan sanksi berat, termasuk pencabutan izin operasi.
Dugaan Keterlibatan Oknum di Pelabuhan
Salah satu aspek yang juga tengah diselidiki adalah kemungkinan adanya keterlibatan oknum petugas pelabuhan yang membantu lolosnya barang ilegal ini.
Menurut informasi dari sumber internal aparat keamanan, penyelundupan ini diduga melibatkan jaringan yang cukup luas, termasuk:
🔹 Petugas pelabuhan yang meloloskan barang tanpa pemeriksaan ketat
🔹 Sopir truk yang sudah bekerja sama dengan penyelundup
🔹 Pihak operator kapal yang diduga menerima suap untuk mengangkut barang tanpa dokumen
Kasus ini mempertegas bahwa korupsi dan kelalaian di sektor transportasi laut masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani.
Kesimpulan: Reformasi Sistem Pengawasan Transportasi Laut Diperlukan
Kasus KMP FRD 5 membuktikan bahwa jalur laut masih menjadi celah utama bagi praktik penyelundupan di Indonesia.
Meski nahkoda berdalih tidak mengetahui adanya muatan ilegal, banyak pihak menilai hal ini bisa menjadi indikasi lemahnya pengawasan di sektor transportasi laut.
🔴 DPR dan aparat keamanan menuntut penyelidikan menyeluruh untuk membongkar jaringan penyelundupan ini dan menindak tegas semua pihak yang terlibat.
Dengan nilai barang ilegal yang mencapai miliaran rupiah, kasus ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera melakukan reformasi sistem pengawasan transportasi laut demi mencegah kejadian serupa di masa depan.
Apakah sistem pengawasan di pelabuhan dan kapal sudah cukup ketat? Atau masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oknum penyelundup?