
Bandung, 17 Februari 2025 – Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan bahwa pembangunan Masjid Raya Al Jabbar masih menyisakan utang yang belum terselesaikan. Hal ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat, terutama terkait sumber pendanaan serta tanggung jawab pemerintah provinsi dalam menyelesaikan kewajiban finansial tersebut.
Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi menyoroti bahwa hingga saat ini masih terdapat kontraktor dan vendor yang belum menerima pembayaran penuh atas proyek pembangunan ikon religi di Jawa Barat tersebut. “Masjid ini sudah berdiri megah, tapi jangan lupakan bahwa masih ada kewajiban yang harus dituntaskan. Kita perlu memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan hak mereka,” ujar Dedi dalam sebuah diskusi publik.
Utang Pembangunan dan Tantangan Keuangan
Masjid Raya Al Jabbar, yang diresmikan pada akhir 2022, menelan anggaran lebih dari Rp 1 triliun. Pendanaan proyek ini bersumber dari APBD Jawa Barat serta sejumlah sumbangan pihak ketiga. Namun, dalam perjalanan proyek, muncul berbagai kendala, termasuk kenaikan harga bahan material dan perubahan desain yang membuat biaya pembangunan membengkak.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa utang yang masih tersisa mencapai ratusan miliar rupiah. Beberapa kontraktor mengaku masih menunggu kepastian pembayaran dari pemerintah daerah. “Kami sudah menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, tetapi hingga kini masih ada tagihan yang belum dibayar,” kata salah satu penyedia jasa konstruksi yang enggan disebut namanya.
Respons Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin
Menanggapi pernyataan Dedi Mulyadi, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, memberikan klarifikasi terkait status utang pembangunan Masjid Raya Al Jabbar. Ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi terus berupaya menyelesaikan kewajiban tersebut melalui mekanisme yang sesuai dengan regulasi keuangan daerah.
“Kami memahami bahwa masih ada kewajiban pembayaran yang harus diselesaikan. Saat ini, kami sedang melakukan verifikasi terhadap sisa tagihan dan mencari solusi agar pembayaran dapat dilakukan tanpa melanggar aturan keuangan negara,” ujar Bey dalam konferensi pers di Gedung Sate.
Bey juga menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan audit menyeluruh guna memastikan transparansi dalam pengelolaan dana pembangunan masjid tersebut. Jika ditemukan adanya penyimpangan dalam proses penganggaran, maka pihak berwenang akan menindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dampak dan Reaksi Publik
Isu utang pembangunan Masjid Raya Al Jabbar mendapat beragam reaksi dari masyarakat dan berbagai pihak. Sebagian besar warga Jawa Barat berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan tanpa menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Selain itu, sejumlah aktivis antikorupsi meminta agar dilakukan audit terbuka untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam proyek ini.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Arief Santoso, menilai bahwa transparansi dalam pengelolaan proyek berskala besar seperti ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. “Masjid ini bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga representasi dari komitmen pemerintah terhadap akuntabilitas dalam penggunaan anggaran daerah,” katanya.
Sementara itu, organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengimbau agar polemik ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Mereka juga mengapresiasi langkah pemerintah provinsi yang berjanji menyelesaikan kewajiban keuangan terkait pembangunan masjid.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah Jawa Barat berencana untuk menyelesaikan pembayaran sisa utang melalui alokasi anggaran tambahan dalam APBD 2025. Selain itu, dialog dengan pihak kontraktor dan vendor terus dilakukan guna menemukan solusi terbaik bagi semua pihak.
Dengan adanya komitmen penyelesaian ini, diharapkan polemik utang pembangunan Masjid Raya Al Jabbar dapat segera berakhir, sehingga masjid kebanggaan warga Jawa Barat ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial tanpa dibayangi permasalahan keuangan yang berlarut-larut.