
Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil mengungkap kasus manipulasi wajah dengan teknologi deepfake yang digunakan untuk penipuan digital, dengan menampilkan wajah Presiden dalam video yang seolah-olah memberikan perintah atau ajakan tertentu. Modus operandi ini terungkap setelah adanya laporan masyarakat yang merasa tertipu akibat video manipulatif tersebut.
Deepfake merupakan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mampu memodifikasi wajah dan suara seseorang dalam video agar terlihat sangat nyata. Teknologi ini semakin berkembang pesat dan mulai disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk berbagai aksi kriminal, termasuk penipuan, pencemaran nama baik, dan disinformasi politik.
Modus Operandi: Deepfake untuk Penipuan Berbasis Digital
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Adi Saputra, mengungkapkan bahwa para pelaku menggunakan teknologi deepfake untuk memodifikasi wajah Presiden RI dalam sebuah video. Dalam video tersebut, Presiden tampak berbicara seolah-olah memberikan instruksi atau imbauan tertentu, yang ternyata digunakan sebagai alat untuk menipu masyarakat.
“Kasus ini sangat berbahaya karena dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi negara. Para pelaku dengan cermat menyunting video agar tampak seolah-olah Presiden sedang memberikan instruksi tertentu, yang pada kenyataannya adalah bagian dari skema penipuan,” ujar Adi Saputra dalam konferensi pers, Senin (12/2).
Menurut Polri, video deepfake ini disebarkan melalui berbagai platform digital, seperti media sosial, aplikasi pesan instan, dan situs web yang sulit dilacak. Para korban yang percaya pada video ini kemudian mengikuti arahan yang diberikan, seperti mentransfer uang ke rekening tertentu atau memberikan data pribadi mereka.
Jaringan Pelaku dan Motif di Balik Aksi Penipuan
Polri mengungkapkan bahwa sindikat pelaku terdiri dari beberapa individu dengan keahlian teknologi digital. Mereka tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan jaringan internasional yang terlibat dalam kejahatan siber dan manipulasi digital.
🔹 1. Pelaku Berbasis di Dalam dan Luar Negeri
Polri menemukan bahwa sebagian pelaku beroperasi dari luar negeri, menggunakan server asing dan jaringan virtual private network (VPN) untuk menyamarkan identitas mereka.
🔹 2. Motif Ekonomi dan Politik
Selain tujuan penipuan finansial, ada indikasi bahwa video deepfake ini juga dimanfaatkan untuk kepentingan politik, seperti menyebarkan disinformasi menjelang pemilu atau menggiring opini publik terhadap suatu isu tertentu.
🔹 3. Penyebaran Melalui Berbagai Platform
Video ini tersebar di berbagai kanal, termasuk Facebook, TikTok, WhatsApp, dan Telegram, yang memiliki jangkauan luas dan sulit dikendalikan secara langsung.
Upaya Polri dalam Menanggulangi Kejahatan Deepfake
Menanggapi kasus ini, Polri menegaskan bahwa mereka akan meningkatkan pengawasan terhadap kejahatan siber, terutama yang menggunakan teknologi AI seperti deepfake. Beberapa langkah yang akan diambil antara lain:
✅ 1. Peningkatan Kapasitas Tim Siber
Polri akan memperkuat unit sibernya dengan teknologi deteksi deepfake yang lebih canggih, bekerja sama dengan pakar AI dan forensik digital.
✅ 2. Kolaborasi dengan Platform Digital
Polri akan menggandeng Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp), TikTok, Google, dan Telegram untuk mengidentifikasi dan menghapus konten deepfake yang berpotensi menyesatkan masyarakat.
✅ 3. Edukasi Masyarakat tentang Deepfake
Polri juga akan mengedukasi masyarakat mengenai bahaya deepfake dan bagaimana cara mendeteksi video yang telah dimanipulasi agar tidak mudah tertipu.
✅ 4. Penindakan Hukum terhadap Pelaku
Polri akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam produksi dan penyebaran deepfake yang digunakan untuk penipuan, pencemaran nama baik, atau manipulasi politik.
Peringatan kepada Masyarakat: Jangan Mudah Percaya Video Manipulatif
Menanggapi kasus ini, para pakar teknologi digital mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi dari internet. Berikut beberapa tips agar tidak mudah tertipu oleh deepfake:
🔹 1. Perhatikan Gerakan Wajah dan Mulut
Deepfake sering kali memiliki ketidaksesuaian antara gerakan mulut dan suara yang terdengar.
🔹 2. Cek Sumber Asli Video
Pastikan video yang beredar berasal dari sumber resmi, seperti akun media sosial pemerintah atau media yang terpercaya.
🔹 3. Gunakan Teknologi Deteksi Deepfake
Beberapa alat berbasis AI, seperti Deepware Scanner atau Microsoft Video Authenticator, dapat membantu mendeteksi apakah sebuah video telah dimanipulasi.
🔹 4. Jangan Mudah Percaya Informasi yang Viral
Jangan langsung percaya dan menyebarkan video yang mencurigakan. Cek faktanya terlebih dahulu melalui situs berita resmi.
Kesimpulan: Kejahatan Siber dengan Teknologi AI Makin Berbahaya
Kasus deepfake yang melibatkan wajah Presiden RI ini menjadi bukti bahwa teknologi AI semakin rentan untuk disalahgunakan dalam tindak kriminal digital. Polri telah berhasil membongkar jaringan pelaku, namun kejahatan serupa masih bisa terjadi di masa depan.
Karena itu, masyarakat harus lebih waspada dan tidak mudah percaya terhadap video yang beredar di media sosial tanpa melakukan verifikasi. Polri juga berkomitmen untuk memperkuat deteksi kejahatan siber dan menindak tegas para pelaku deepfake yang merugikan masyarakat.
👉 Bagaimana menurut Anda? Apakah regulasi dan penindakan hukum terhadap deepfake di Indonesia sudah cukup ketat?